Ayat ini merupakan kelanjutan dari kecaman terhadap Ahli Kitab yang
kikir dan iri hati. Ayat ini bertanya secara retoris tentang alasan
mereka iri terhadap kaum Muslimin atas karunia yang Allah berikan.
I. Bagian Pertama:
Pertanyaan Retoris Mengenai Iri Hati
Kata
|
I'rāb (Kedudukan
Gramatikal)
|
Keterangan/Status
|
أَمْ
(Am)
|
Harf 'Aṭf
(Huruf Penghubung)
|
Digunakan dalam
Istifhām Inkārī (pertanyaan retoris) yang bermakna
pencelaan. Artinya: "Atau apakah."
|
يَحْسُدُونَ
(Yaḥsudūna)
|
Fi'l Muḍāri'
(Kata Kerja Sekarang/Akan Datang)
|
Marfū' dengan
tsubūt an-nūn. Wāw al-Jamā'ah adalah Fā'il.
|
النَّاسَ
(An-nāsa)
|
Maf'ūl bih
(Objek)
|
Manṣūb
(berharakat fatḥah). Menunjuk kepada kaum Muslimin.
|
عَلَىٰ
مَا ('Alā mā)
|
'Alā (Jārr) +
Mā (Ism Mawṣūl Majrūr)
|
Jārr wa Majrūr
terkait dengan Yaḥsudūna. Artinya: "atas apa
yang."
|
آتَاهُمُ
(Ātāhumu)
|
Fi'l Māḍī
|
Hā' (ـهم)
adalah Maf'ūl bih Awwal.
|
اللَّهُ
(Allāhu)
|
Fā'il (Subjek)
|
Marfū'.
|
مِن
فَضْلِهِ (Min faḍlihī)
|
Jārr wa Majrūr
|
Ḥāl (Keadaan)
atau Muta'alliq dengan Ātāhumu (sebagai Maf'ūl
bih Ṡānī yang dihilangkan).
|
🔑 Poin Utama I'rāb
Ayat
Istifhām Inkārī: Pembukaan أَمْ
يَحْسُدُونَ (Atau apakah mereka
dengki?) adalah pertanyaan retoris yang bermakna pengingkaran
dan pencelaan. Tujuannya adalah untuk mengatakan: Tidak ada
alasan yang sah bagi mereka untuk iri, karena karunia Allah
diberikan berdasarkan kehendak-Nya yang bijaksana.
Kata Kerja Yaḥsudūna (Iri): Kata
kerja يَحْسُدُونَ
(iri) dalam Al-Qur'an sering kali mengambil objek
langsung (النَّاسَ)
dan menggunakan preposisi 'Alā (عَلَىٰ
مَا) untuk menunjukkan atas apa
kedengkian itu diarahkan.
Kata Kerja Dua Objek (Ātāhumu): Kata
kerja آتَاهُمُ
(Dia telah memberi mereka) memiliki dua objek:
Objek 1: Hā' (ـهم)
yang kembali kepada orang-orang beriman/Nabi Muhammad ﷺ.
Objek 2: Dihilangkan, tetapi dijelaskan oleh Jārr wa
Majrūr مِن
فَضْلِهِ (dari karunia-Nya).
Fā' Ta'līliyyah: فَقَدْ
آتَيْنَا (maka sungguh Kami telah
memberikan) menggunakan Fā' yang menunjukkan alasan
atau penjelasan (Ta'līliyyah). Allah memberikan
karunia (Kitab, Hikmah, dan Kekuasaan Besar) kepada keluarga
Ibrahim (yang darinya Nabi Muhammad ﷺ
berasal), yang menunjukkan bahwa pemberian karunia
adalah hak prerogatif Allah, bukan subjek iri hati.
Mamnu' min aṣ-Ṣarf: Nama إِبْرَاهِيمَ
(Ibrahim) adalah Mamnu' min aṣ-Ṣarf (tidak
boleh ber-tanwin dan Majrūr dengan kasrah). Dalam
posisi Muḍāf Ilaih (yang seharusnya Majrūr), ia
di-jarr dengan fatḥah.
Ayat ini membantah hak Ahli Kitab untuk iri atas kenabian Muhammad
ﷺ, dengan
menunjukkan bahwa garis keturunan kenabian dan kekuasaan sudah lama
ditetapkan Allah dalam Ālu Ibrāhīm, dan Allah berhak
meneruskan karunia tersebut kepada siapa pun yang Dia kehendaki.